Langsung ke konten utama

DiaLoGue Part 1 (Prolog)

Iseng2 bikin novel :p ini baru prolognya. cerita intinya nyusul.. :)

”Minggir sana! Gangguin jalan gue aja!” kataku mengusir para manusia yang sedari tadi menutupi lorong yang menjadi kekuasaanku.
”Alah.. Sialan lo, Ra! Mentang-mentang elo penguasa di sini.. elo main seenaknya ngusir kita. Kita-kita kan juga punya hak untuk duduk-duduk di sini. Ngapain elo ngusir kita?! Kaya’ Hitler aja!” kata Danni menyebar ke semua bagian di telingaku.
”Elo… jangan berani-beraninya mbantah gue! Elo mau terima tonjokan 5 jari gue?” kataku seraya mengepalkan tangan siap menonjok muka Danni. Danni langsung gemetaran.
”Ah.. tapi ga usah, deh. Lebih baik, tangan gue yang bagus ini, dipakai buat hal-hal yang baik aja..” kataku menyombongkan diri.
Muka Danni jadi kembali seperti semula. Tapi.. tiba-tiba.
”AIRA!!” panggilan keras itu membangkitkan semangatku untuk lari secepat mungkin dari tempat dimana aku berada. Pak Rodi.. guru paling kejem di sekolah. Dan kali ini, peringatan ke 2! Tapi kakiku terasa kaku untuk berlari. Lalu aku balikkan badanku dan mendapati Pak Rodi yang memasang tampang garang andalannya.
”Yap. Ada apa Pak Romusha! Eh.. Pak Cultuurstelsel!” kataku salting.
”Pak Rodi!!! Ayo ikut saya ke kantor!” aduh.. ngapain aku pake nyebut segala bentuk tanam paksa yang terjadi di Indonesia. Habisnya juga Pak Rodi sih, dikasih nama kok Rodi. Masih mendingan juga Pak SLAMET!
”Sudah berapa kali bapak peringatkan! Jangan pernah pakai baju tidak rapi ke sekolah!” marah Pak Rodi kepadaku yang sebenarnya baru dua kali ini aku diperingatkan. Setelah sekian menit berlalu, Pak Rodi menyilahkan aku keluar dari kantornya yang super sumpek plus keramat bagi semua murid se- sekolah.
”Dan satu lagi! Ingat.. nama saya Pak Rodi. Bukan Pak Romusha, atau Pak Cultuurstelsel! Mentang-mentang nama saya artinya kerja paksa, bukan berarti itu saya… ” ceramah Pak Rodi. Aku langsung mengangkat tangan.
”Interupsi, Pak! Saya mo nanya. Bapak lahirnya pas kerja paksanya mister Daendels, ya? Kok dinamain Rodi sich, Pak?” tanyaku perlahan.
”Ya, saya nggak tau! Wong yang namain ini ibu saya, kok!” jawab Pak Rodi sekenanya. Aku terkekeh pelan.
”Udah sana! Kembali ke kelas!”

lanjutan menyusul ... :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suara Hati

"Hai, manis. Apakah kau masih tetap ingin tertidur?" Katamu sambil menggenggam tanganku. Aku masih tak menjawab. Kamu semakin erat menggenggam tanganku. Entah mengapa aku tak ingin membuka mataku. Tak ada niat, atau mungkin lebih tepatnya tak ada daya untuk membukanya. Atau mungkin.. aku menunggumu mengungkapkan sesuatu. Wajahmu terlihat lesu sayu. Mungkin karena kamu memaksakan diri langsung ke tempatku tanpa istirahat terlebih dulu. Hei, kamu juga harus memperhatikan kesehatanmu! Memangnya aku yang harus selalu kamu ingatkan ketika masih harus berkutat dengan komputer di pagi buta? Ingat, badanmu bukan robot, katamu. Aku hanya tersenyum jahil, dan kamu tetap menyuruhku untuk menghentikan aktivitasku. "Kamu mau sampai kapan seperti ini?" Tanyamu. Aku masih bergeming. Tak kuasa ku buka mataku. Kamu mulai membelai lembut kepalaku, mengangkat tanganku kemudian menempelkannya di pipimu. Oh, itulah yang selalu kutunggu darimu ! "Aku tahu kamu selalu jadi yang...

Antara Aku dan Kamu

"Kamu berubah!" panggilku dari jauh. Kamu sudah berjalan membelakangiku, membiarkanku menatap punggungmu yang bidang. Kamu berhenti, kemudian menengok dari asal suara itu. Iya, itu suaraku, yang sekarang sudah bertambah dengan isakan dan air mata yang mungkin tak bisa berhenti. Kamu menghampiriku, kemudian membelai pipiku yang mulai basah dengan air mata. Dengan penuh rasa sayang--aku bisa merasakan itu--kamu menghapus air mataku yang makin pecah ketika kamu di dekatku. "Siapa yang berubah? Aku? Memang sudah saatnya, 'kan?" jelasnya, pelan tapi tajam. Penuh dengan kehati-hatian kamu membelai rambutku. Aku diam saja. "Dengar, aku berubah karena memang sudah saatnya aku berubah. Untuk apa kamu terus mempertanyakan hal itu?" "Tapi kupikir kita masih menjadi kita, bukan antara aku dan kamu lagi," kataku sambil terisak. Kamu tersenyum. "Bukankah sudah kubilang dari jauh-jauh hari. Kita ini bukan kita. Sekarang hanya ada aku, dan kam...

"Aku bahagia memiliki teman-teman seperti kalian.." (2)

H-1 ultah Andri..  Sehabis tes hari kedua, kami berkumpul dan berembug lagi tentang apa yang akan kami lakukan terhadap Andri. Ya, tambah gila lagi pastinya. Kumpul di bu RT sampai siang menghasilkan kesepakatan bahwa aksi perampokan akan dikerjakan malam ini. Masih memikirkan cara-cara yang licik biar Andri mau diajak keluar dan membiarkan kamarnya kosong tak berpenghuni.