Perpustakaan, 10.45
Setelah seharian kemarin saya tidak bertemu dengan 'sang Siluet', akhirnya saya memutuskan untuk tidak mencari-cari sosoknya. Karena meskipun dicari, dia tetap tidak ditemukan dimanapun. Yah, saya berkonsentrasi ke mapel yang akan saya hadapi saja.
Di perpustakaan, semua sibuk membaca. Tiba-tiba, saya melihat gerombolan 'Siluet', yang tak lain tak bukan teman seperjuangan dia, melintas melewati sebelah barat perpustakaan. Kontan, mata saya kembali mencari-cari batang tubuh 'sang Siluet'. Namun, belum keberuntungan saya. 'Sang Siluet' masih jauh dari jangkauan.
Waktu menunjukkan hampir memasuki jam berikutnya. Saya masih belum menguasai materi pelajaran, karena teman-teman saya ada di situ, dan saya pasti tidak betah jika tidak mencerewetkan diri. Akhirnya, bel berbunyi keras. Saya bergegas mengemasi barang-barang dan buku-buku yang baru saja saya ambil dari rak perpustakaan. Sambil berdendang merdu --merusak dunia, kepala saya masih melongok-longok. Mata saya sangat awas jika menemukan 'Siluet' itu. Tapi, tetap unreachable. Dia masih belum nampak. Saya menghela nafas. Mungkin bukan saatnya untuk berharap seperti itu di waktu-waktu seperti ini. Namun tiba-tiba, 'Siluet' itu muncul! Dengan penuh hati-hati, saya palingkan wajah saya. Entah, mata saya sepertinya tidak mengijinkan saya untuk mengintipnya, walau hanya sejenak.
-panas di Boyolali, 19 Oktober 2010-
Setelah seharian kemarin saya tidak bertemu dengan 'sang Siluet', akhirnya saya memutuskan untuk tidak mencari-cari sosoknya. Karena meskipun dicari, dia tetap tidak ditemukan dimanapun. Yah, saya berkonsentrasi ke mapel yang akan saya hadapi saja.
Di perpustakaan, semua sibuk membaca. Tiba-tiba, saya melihat gerombolan 'Siluet', yang tak lain tak bukan teman seperjuangan dia, melintas melewati sebelah barat perpustakaan. Kontan, mata saya kembali mencari-cari batang tubuh 'sang Siluet'. Namun, belum keberuntungan saya. 'Sang Siluet' masih jauh dari jangkauan.
Waktu menunjukkan hampir memasuki jam berikutnya. Saya masih belum menguasai materi pelajaran, karena teman-teman saya ada di situ, dan saya pasti tidak betah jika tidak mencerewetkan diri. Akhirnya, bel berbunyi keras. Saya bergegas mengemasi barang-barang dan buku-buku yang baru saja saya ambil dari rak perpustakaan. Sambil berdendang merdu --merusak dunia, kepala saya masih melongok-longok. Mata saya sangat awas jika menemukan 'Siluet' itu. Tapi, tetap unreachable. Dia masih belum nampak. Saya menghela nafas. Mungkin bukan saatnya untuk berharap seperti itu di waktu-waktu seperti ini. Namun tiba-tiba, 'Siluet' itu muncul! Dengan penuh hati-hati, saya palingkan wajah saya. Entah, mata saya sepertinya tidak mengijinkan saya untuk mengintipnya, walau hanya sejenak.
-panas di Boyolali, 19 Oktober 2010-
Komentar
Posting Komentar