As my Dad said, aku itu orangnya emang care. Bahkan terlalu care dengan kehidupan di luar sana. Ya, kata beliau juga, itu memang kelebihanku. Tapi itu juga yang menjadi kekuranganku.
Orang tuakulah yang tahu segala perasaanku. Mereka sahabat terbaik yang pernah aku miliki sekarang. Bahkan di saat aku down seperti ini pun, dengan tegas mereka memperingatkanku. 'Sikap pedulimu itulah yang merugikanmu. Akan ada saatnya kamu bertindak egois.' Otousan said that.
Care. Apa yang salah? Aku hanya menempatkan diriku pada situasi dimana aku ingin menjadi sahabat yang terbaik untuk mereka-mereka yang (mungkin) membutuhkan hadirku di samping mereka. Bukan berarti aku juga harus dipedulikan oleh mereka. Namun, apa setia kawan itu salah?
Yes, Dad! I felt it. Bukan mereka yang menjadi musuh bagiku, tapi aku yang berubah menjadi musuh buat mereka. Setelah kejadian yang berturut-turut menimpaku akhir-akhir ini, aku menyadari segalanya.
Kepedulianku terhadap semuanya memang sia-sia. Bukan aku menyalahkan mereka, bukan. Hanya saja, pernahkah terlintas di pikiran mereka tentangku? Pernahkah mereka berdoa untukku agar aku bisa merasakan kebahagiaan sedikit saja? Pernahkah mereka sadar bahwa ada aku disini yang menanti kabar dari mereka? Apa harus aku yang menyadarkan mereka 'heyy helloo ada aku disini, berbagi kepedulian denganku'.. Nggak 'kan?
Aku sadar, mereka juga hanya manusia biasa. Aku nggak bisa nuntut apa-apa yang bukan menjadi hakku. Toh, aku juga bukan seseorang yang pernah mereka ingat. Am I too invincible to you all guys??
Saking 'terlalu' setia kawannya diriku, sampai akhirnya kata 'tidak'ku pun belum dihargai. Apa yang salah denganku? Apa aku kurang berani? Bukan. Aku hanya tidak ingin membuat mereka kecewa. I don't like hurting someone else, including my best friend. It's okay, aku belum mendapatkan apa yang aku butuhkan. Lagipula, sahabatku pernah berkata, jangan berdoa yang jelek terhadap seseorang jika kau tidak mau hal jelek itu menimpa dirimu sendiri.
Minna, aku bukannya menyalahkan mereka. Ya memang aku yang salah karena tidak mampu mengatakan ini semua di depan mereka. Aku tidak suka memulai sesuatu yang belum tentu orang lain menyetujuinya. Aku lebih baik diam disini, bersenandung lirih, dan membayangkan kebahagiaan yang belum tentu aku dapat.
Orang tuakulah yang tahu segala perasaanku. Mereka sahabat terbaik yang pernah aku miliki sekarang. Bahkan di saat aku down seperti ini pun, dengan tegas mereka memperingatkanku. 'Sikap pedulimu itulah yang merugikanmu. Akan ada saatnya kamu bertindak egois.' Otousan said that.
Care. Apa yang salah? Aku hanya menempatkan diriku pada situasi dimana aku ingin menjadi sahabat yang terbaik untuk mereka-mereka yang (mungkin) membutuhkan hadirku di samping mereka. Bukan berarti aku juga harus dipedulikan oleh mereka. Namun, apa setia kawan itu salah?
Berteman itu jangan terlalu dekat. Bisa saja teman itu berubah menjadi musuh. -Ayah
Yes, Dad! I felt it. Bukan mereka yang menjadi musuh bagiku, tapi aku yang berubah menjadi musuh buat mereka. Setelah kejadian yang berturut-turut menimpaku akhir-akhir ini, aku menyadari segalanya.
Kepedulianku terhadap semuanya memang sia-sia. Bukan aku menyalahkan mereka, bukan. Hanya saja, pernahkah terlintas di pikiran mereka tentangku? Pernahkah mereka berdoa untukku agar aku bisa merasakan kebahagiaan sedikit saja? Pernahkah mereka sadar bahwa ada aku disini yang menanti kabar dari mereka? Apa harus aku yang menyadarkan mereka 'heyy helloo ada aku disini, berbagi kepedulian denganku'.. Nggak 'kan?
Aku sadar, mereka juga hanya manusia biasa. Aku nggak bisa nuntut apa-apa yang bukan menjadi hakku. Toh, aku juga bukan seseorang yang pernah mereka ingat. Am I too invincible to you all guys??
Saking 'terlalu' setia kawannya diriku, sampai akhirnya kata 'tidak'ku pun belum dihargai. Apa yang salah denganku? Apa aku kurang berani? Bukan. Aku hanya tidak ingin membuat mereka kecewa. I don't like hurting someone else, including my best friend. It's okay, aku belum mendapatkan apa yang aku butuhkan. Lagipula, sahabatku pernah berkata, jangan berdoa yang jelek terhadap seseorang jika kau tidak mau hal jelek itu menimpa dirimu sendiri.
Minna, aku bukannya menyalahkan mereka. Ya memang aku yang salah karena tidak mampu mengatakan ini semua di depan mereka. Aku tidak suka memulai sesuatu yang belum tentu orang lain menyetujuinya. Aku lebih baik diam disini, bersenandung lirih, dan membayangkan kebahagiaan yang belum tentu aku dapat.
Komentar
Posting Komentar