Langsung ke konten utama

ILS (4)

Part 4

Dita memang pernah mendengar ada pertunjukan skill sepakbola oleh pemain terkenal luar negeri di sebuah universitas. Tapi ia tidak menyangka bahwa yang akan mempertunjukkan bakatnya adalah Pato. 

'Milanisti macam apa ini? Jadwal Pato tampil kok nggak tahu.' umpatnya dalam hati. 

Langkahnya terhenti di pintu masuk. Antrean panjang terlihat di sana. Peluh mulai membasahi kening Dita dan perlahan meluncur ke pipi Dita. Tiba-tiba seseorang dengan jaket jumper abu-abu mendatanginya. 

'Hey, follow me!' ajaknya lalu meraih lengan Dita. Dita yang belum ngeh langsung linglung tapi berhasil menjaga keseimbangannya agar tidak terjatuh. 

'How do you know it was me?' tanya Dita. Yang ditanya hanya tersenyum. 

'Dunno. I'm just following my instinct.

Dita tertunduk malu, tersipu. Ia mengikuti langkah Pato tanpa mempedulikan tatapan orang-orang yang memperhatikan mereka. 


Ternyata Pato membawanya ke backstage. Di sana seluruh pemain Milan ternyata sedang berkumpul. Semuanya memakai jaket kebanggaan AC Milan. Mata Dita terpana. 


'I have never heard about this visiting. Is it a secret mission?' bisik Dita. 


'No, we already post this schedule in our official site.' jawab Pato, ikut berbisik. 


Skuad tim melihat kedatangan mereka langsung berbincang sendiri. Dita memandangi mereka satu per satu. Semuanya terlihat cool, atletis, gagah. Entah berapa kata yang sudah dilontarkan Dita untuk menyampaikan apa yang dia lihat sekarang. Pato hanya tersenyum memandangi muka kagum Dita. 


Pandangan Dita terpaku pada sosok yang sedang asyik memainkan gadgetnya. Sosok yang seakan acuh, tidak sadar akan kehadirannya di sana. Ia tahu pasti siapa orang itu. 


'Why are you staring at him?' tiba-tiba Pato mengagetkannya. Dita tersentak. 


'Ehh, um.. nothing. Does he know I'm here now?


'Don't think so..' 


Sosok itu bangkit lalu berjalan melewati Dita dan Pato. Earphone terpasang di telinganya. Suara musik terdengar cukup keras ketika dia melewati mereka berdua.


'Cuek banget sih!' batinnya. 'Ah, biarin deh. Toh di deketku ada Pato.' bisiknya dalam hati lalu melirik Pato. Pato menoleh ketika sadar dirinya sedang diperhatikan. Dita buru-buru mengalihkan mukanya. 

Tertiba, seorang wanita berambut pirang panjang menghampiri Pato. Pato menyambutnya dengan hangat, lalu mencium pipi kanan dan kirinya. Dita tahu siapa wanita itu. Barbara, anak dari presiden Milan sekaligus mantan perdana menteri Italia. 



'Kenapa aku bisa lupa kalau Pato punya pacar?!' amuknya dalam hati. Seketika ia meninggalkan backstage lalu berlari keluar. 


***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suara Hati

"Hai, manis. Apakah kau masih tetap ingin tertidur?" Katamu sambil menggenggam tanganku. Aku masih tak menjawab. Kamu semakin erat menggenggam tanganku. Entah mengapa aku tak ingin membuka mataku. Tak ada niat, atau mungkin lebih tepatnya tak ada daya untuk membukanya. Atau mungkin.. aku menunggumu mengungkapkan sesuatu. Wajahmu terlihat lesu sayu. Mungkin karena kamu memaksakan diri langsung ke tempatku tanpa istirahat terlebih dulu. Hei, kamu juga harus memperhatikan kesehatanmu! Memangnya aku yang harus selalu kamu ingatkan ketika masih harus berkutat dengan komputer di pagi buta? Ingat, badanmu bukan robot, katamu. Aku hanya tersenyum jahil, dan kamu tetap menyuruhku untuk menghentikan aktivitasku. "Kamu mau sampai kapan seperti ini?" Tanyamu. Aku masih bergeming. Tak kuasa ku buka mataku. Kamu mulai membelai lembut kepalaku, mengangkat tanganku kemudian menempelkannya di pipimu. Oh, itulah yang selalu kutunggu darimu ! "Aku tahu kamu selalu jadi yang...

Antara Aku dan Kamu

"Kamu berubah!" panggilku dari jauh. Kamu sudah berjalan membelakangiku, membiarkanku menatap punggungmu yang bidang. Kamu berhenti, kemudian menengok dari asal suara itu. Iya, itu suaraku, yang sekarang sudah bertambah dengan isakan dan air mata yang mungkin tak bisa berhenti. Kamu menghampiriku, kemudian membelai pipiku yang mulai basah dengan air mata. Dengan penuh rasa sayang--aku bisa merasakan itu--kamu menghapus air mataku yang makin pecah ketika kamu di dekatku. "Siapa yang berubah? Aku? Memang sudah saatnya, 'kan?" jelasnya, pelan tapi tajam. Penuh dengan kehati-hatian kamu membelai rambutku. Aku diam saja. "Dengar, aku berubah karena memang sudah saatnya aku berubah. Untuk apa kamu terus mempertanyakan hal itu?" "Tapi kupikir kita masih menjadi kita, bukan antara aku dan kamu lagi," kataku sambil terisak. Kamu tersenyum. "Bukankah sudah kubilang dari jauh-jauh hari. Kita ini bukan kita. Sekarang hanya ada aku, dan kam...

"Aku bahagia memiliki teman-teman seperti kalian.." (2)

H-1 ultah Andri..  Sehabis tes hari kedua, kami berkumpul dan berembug lagi tentang apa yang akan kami lakukan terhadap Andri. Ya, tambah gila lagi pastinya. Kumpul di bu RT sampai siang menghasilkan kesepakatan bahwa aksi perampokan akan dikerjakan malam ini. Masih memikirkan cara-cara yang licik biar Andri mau diajak keluar dan membiarkan kamarnya kosong tak berpenghuni.