Langsung ke konten utama

ILS (5)

Part 5
Entah Dita tidak tahu kemana arah kakinya berlari. Tau-tau ia sudah berada di luar gedung olahraga. Suasana saat itu sepi. Ia terduduk lemas. Semua kejadian tadi berkelebat cepat di pikirannya. Matanya berair, tapi tidak mengalir. Ia terisak, tapi tidak menangis. 

'Aku ini kenapa? Seharusnya aku tahu dia siapa, aku siapa. Aku nggak pantes berharap sesuatu yang lebih dari sekedar teman. Harusnya aku sadar! Harusnya aku tau diri!' umpatnya. 

Air matanya akhirnya mengalir. Bahunya berguncang, ia sesegukan. Tiba-tiba sebuah handuk kecil mengarah ke dirinya. Ia mendongak.


'Maxi?' 


'Nggak nyangka ternyata kamu benar-benar Milanisti.' ujarnya lalu ikut duduk di sebelah Dita. Dita meraih handuk kecil yang disodorkan Maxi lalu menghapus air matanya.


'Memangnya aku belum meyakinkan untuk jadi Milanisti?' tanya Dita, masih dengan suara parau. 


'Ya nggak juga sih, tapi masa' jadwal kita main di sini kamu nggak tau?


Dita tercengang, mukanya berangsur memerah malu. 


'That's because my internet connection is limited. I couldn't check it everyday, you know.


'I see.. Well, you have know my name. But I..' 


'Dita. You can call me Dita.' Dita tersenyum. 


'Hm.. Dita.. okay..


Dan akhirnya mereka berbincang-bincang. 


'Maxi!' 


Suara panggilan itu mengagetkan mereka, menghentikan percakapan mereka. 


'Haa... Finally found you! Quick! The show will begin soon!


'Sorry, Dita. I should go soon or I'll be killed. See ya!' pamit Maxi.


'Bye..


Dita kembali sendiri. 


***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suara Hati

"Hai, manis. Apakah kau masih tetap ingin tertidur?" Katamu sambil menggenggam tanganku. Aku masih tak menjawab. Kamu semakin erat menggenggam tanganku. Entah mengapa aku tak ingin membuka mataku. Tak ada niat, atau mungkin lebih tepatnya tak ada daya untuk membukanya. Atau mungkin.. aku menunggumu mengungkapkan sesuatu. Wajahmu terlihat lesu sayu. Mungkin karena kamu memaksakan diri langsung ke tempatku tanpa istirahat terlebih dulu. Hei, kamu juga harus memperhatikan kesehatanmu! Memangnya aku yang harus selalu kamu ingatkan ketika masih harus berkutat dengan komputer di pagi buta? Ingat, badanmu bukan robot, katamu. Aku hanya tersenyum jahil, dan kamu tetap menyuruhku untuk menghentikan aktivitasku. "Kamu mau sampai kapan seperti ini?" Tanyamu. Aku masih bergeming. Tak kuasa ku buka mataku. Kamu mulai membelai lembut kepalaku, mengangkat tanganku kemudian menempelkannya di pipimu. Oh, itulah yang selalu kutunggu darimu ! "Aku tahu kamu selalu jadi yang...

Antara Aku dan Kamu

"Kamu berubah!" panggilku dari jauh. Kamu sudah berjalan membelakangiku, membiarkanku menatap punggungmu yang bidang. Kamu berhenti, kemudian menengok dari asal suara itu. Iya, itu suaraku, yang sekarang sudah bertambah dengan isakan dan air mata yang mungkin tak bisa berhenti. Kamu menghampiriku, kemudian membelai pipiku yang mulai basah dengan air mata. Dengan penuh rasa sayang--aku bisa merasakan itu--kamu menghapus air mataku yang makin pecah ketika kamu di dekatku. "Siapa yang berubah? Aku? Memang sudah saatnya, 'kan?" jelasnya, pelan tapi tajam. Penuh dengan kehati-hatian kamu membelai rambutku. Aku diam saja. "Dengar, aku berubah karena memang sudah saatnya aku berubah. Untuk apa kamu terus mempertanyakan hal itu?" "Tapi kupikir kita masih menjadi kita, bukan antara aku dan kamu lagi," kataku sambil terisak. Kamu tersenyum. "Bukankah sudah kubilang dari jauh-jauh hari. Kita ini bukan kita. Sekarang hanya ada aku, dan kam...

"Aku bahagia memiliki teman-teman seperti kalian.." (2)

H-1 ultah Andri..  Sehabis tes hari kedua, kami berkumpul dan berembug lagi tentang apa yang akan kami lakukan terhadap Andri. Ya, tambah gila lagi pastinya. Kumpul di bu RT sampai siang menghasilkan kesepakatan bahwa aksi perampokan akan dikerjakan malam ini. Masih memikirkan cara-cara yang licik biar Andri mau diajak keluar dan membiarkan kamarnya kosong tak berpenghuni.