Part 6
Pintu kamar kos Dita diketuk. Dita beranjak ke pintu dan membukanya. Ia kaget. Pato sudah berdiri di sana.
'Hey, where have you been? Yesterday I saw you ran out from the backstage.'
'You saw me, huh? But I didn't see you ran to find me out.' jawab Dita ketus.
Pato menyadari keadaan itu.
'I'm sorry, Dita. I don't really mean to. But you know, my girlfriend came to me and I couldn't leave her.' sesalnya.
'So now.. lemme ask you. Who am I to you?'
'You're my friend. My really close friend. You know, I liked you since our first meet.'
Hati Dita seakan tertohok. Teman. Jadi selama ini apa yang dia utarakan ke Dita hanyalah omong kosong. Hanya gombal. Dan bodohnya, Dita menganggap itu lebih.
'Thanks. I think it was my fault. Sorry.'
'Hey, what are you apologize for? No.. It should be me who have to do that.' timpal Pato.
'No. No.. Hanya aku yang terlalu berlebihan menanggapimu. Maaf, sepertinya aku ingin sendiri.' pamit Dita tanpa memperdulikan Pato yang memaksa masuk. Ia langsung menutup pintu.
Pato tahu, hati Dita pasti sakit. Tapi ia juga tidak mungkin melepas Barbara.
Pintu kamar kos Dita diketuk. Dita beranjak ke pintu dan membukanya. Ia kaget. Pato sudah berdiri di sana.
'Hey, where have you been? Yesterday I saw you ran out from the backstage.'
'You saw me, huh? But I didn't see you ran to find me out.' jawab Dita ketus.
Pato menyadari keadaan itu.
'I'm sorry, Dita. I don't really mean to. But you know, my girlfriend came to me and I couldn't leave her.' sesalnya.
'So now.. lemme ask you. Who am I to you?'
'You're my friend. My really close friend. You know, I liked you since our first meet.'
Hati Dita seakan tertohok. Teman. Jadi selama ini apa yang dia utarakan ke Dita hanyalah omong kosong. Hanya gombal. Dan bodohnya, Dita menganggap itu lebih.
'Thanks. I think it was my fault. Sorry.'
'Hey, what are you apologize for? No.. It should be me who have to do that.' timpal Pato.
'No. No.. Hanya aku yang terlalu berlebihan menanggapimu. Maaf, sepertinya aku ingin sendiri.' pamit Dita tanpa memperdulikan Pato yang memaksa masuk. Ia langsung menutup pintu.
Pato tahu, hati Dita pasti sakit. Tapi ia juga tidak mungkin melepas Barbara.
***
Dita kembali menjalani hari-hari seperti biasa. Dia tidak mengetahui kabar tentang Milan, apapun itu. Entah, mungkin mereka sudah kembali ke San Siro dan mulai berlatih lagi. Ia bahkan tak sempat mengantarkan kepergian mereka. Ia masih peduli dengan perasaannya, dengan hatinya.
Namun sekarang, ada yang mengganjalnya.
Seseorang yang ada saat dia terpuruk. Orang yang bisa membuatnya lupa akan lukanya.
Orang yang meskipun sebentar namun menimbulkan kesan istimewa.
Dan mungkin sekarang ia sudah lupa dengan dirinya.
Sebuah dering telefon mengagetkan dirinya. Nomor yang tidak dikenal. Bahkan bukan nomer dengan kode Indonesia. Ia mengangkatnya.
'Halo?'
'Hey..' suara yang tidak dikenalnya. Namun ia tahu siapa.
'Maxi! How did you get my number?' sontak Dita girang.
Maxi tertawa. 'Simple. I searched on Pato's phone secretly and tadaaa! Here I catch you now..'
'Hey, that's cheating..'
'No, ini bukan masalah licik atau gimana. Habisnya aku penasaran.'
Dita tersenyum. Sepertinya hidupnya akan berbunga-bunga lagi.
***
Komentar
Posting Komentar