Langsung ke konten utama

Benda kotak itu...

Ini cerita tentang 3 orang. Mereka masing-masing memiliki hubungan. Tapi, bukan hubungan seperti apa yang kalian pikirkan. Mereka hanya saling bertukar cerita, menyampaikan perasaan mereka masing-masing, tanpa ada yang merasa tersakiti, tanpa ada yang merasa diabaikan. Mereka hanya bersahabat, itu saja.

Itu dulu, saat mereka belum menemukan dunia mereka yang baru.

Perlahan-lahan, satu per satu dari mereka menghilang. Sebut saja, aku, kamu, dan dia. Aku mencoba bertahan di ruang kita, ruang yang menjadi tempat kita berbagi segalanya bersama. Tapi sekarang, kamu dan dia sama-sama sedang menikmati dunia baru. Kamu dan dia, seolah lupa ada aku yang sedang menanti kalian di ruangan kita. Ruangan yang hanya kita yang punya. Bahkan aku masih setia mengingat apa saja kejadian yang membuatku bisa tersenyum, hanya dengan kamu dan dia. Bukan dengan yang lain.

Dan di sinilah aku, di ruangan yang sama. Masih mencoba mengingat terakhir kali aku, kamu, dan dia ada di ruangan ini. Bercanda, tertawa, menangis, terharu, semua yang pernah aku, kamu, dan dia bagi bersama. Dan kamu juga dia, semoga aku tidak salah, sedang berada di hadapanku. Entah apa yang kalian lakukan di sini. Kamu dan dia masih di ruangan yang sama denganku. Kamu dan dia memang di sini, tapi aku tak merasakan kehadiran kalian. Atau hanya perasaanku?

Kamu dan dia masing-masing sibuk memandang benda kotak di tangan kalian. Sambil tersenyum, kamu dan dia saling melempar senyum malu-malu. Rasa-rasanya aku sedang diabaikan.

"Aku nggak kenal sama kalian lagi." ujarku. Kamu dan dia menatapku, kemudian secara berurutan saling menoleh, lalu menatap benda kotak itu, lalu meletakkannya.

"Kalian ingat apa yang harusnya kalian lakukan kalau di sini?" aku beranjak dari dudukku. Entah kemana aku akan menapakkan kakiku.

"Kalian punya benda kotak itu, tapi bahkan aku tidak tahu apa yang kalian lakukan dengan benda itu. Apa yang kalian suka dari benda kotak itu. Aku tidak mungkin menanyakan ke kalian, karena aku tahu kalian tidak akan memberi tahukan itu kepadaku."

"Kalian mungkin bisa menyembunyikan benda itu, menyembunyikan betapa berharganya kehadiran benda itu di sisi kalian. Tapi tahukah kalian? Aku juga butuh kalian. Entahlah, kalian mau anggap kita ini apa. Terserah, kehadiranku ini berarti atau justru mengganggu kalian."

Kamu beranjak dari dudukmu, kemudian menghampiriku.

"Dengar." katamu. "Maafkan aku, aku baru bisa memberi cerita ini padamu sekarang. Sungguh, bukan maksudku untuk menyimpan ini sendiri. Tapi aku belum siap membaginya dengan kalian."

"Benar. Aku setuju denganmu." dia ikut-ikutan membelamu. Aku tak sanggup menoleh ke arah kamu dan dia. Tidak, aku tidak ingin rasa kecewaku semakin besar ketika menatap kalian.

"Tapi kalian sudah berjanji. Bahkan aku tak pernah luput membagi apa pun yang aku tahu dan aku punya ke kalian. Kalian ini, sebenarnya kenapa? Kalian sudah tidak percaya lagi sama aku?" aku membela diri. Atau lebih tepatnya aku putus asa.

"Bukan begitu. Dengar, oke, baiklah. Mungkin sudah saatnya kamu tahu." kamu melunakkan suaramu.

"Tidak, cukup. Aku cukup tahu saja kalian punya benda berharga itu. Tidak perlu bercerita panjang lebar. Sakit, dengar kalian baru cerita sekarang."

Aku melangkah pergi meninggalkan kamu dan dia. Kamu dan dia masih terpaku menatap benda kotak itu.

---

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suara Hati

"Hai, manis. Apakah kau masih tetap ingin tertidur?" Katamu sambil menggenggam tanganku. Aku masih tak menjawab. Kamu semakin erat menggenggam tanganku. Entah mengapa aku tak ingin membuka mataku. Tak ada niat, atau mungkin lebih tepatnya tak ada daya untuk membukanya. Atau mungkin.. aku menunggumu mengungkapkan sesuatu. Wajahmu terlihat lesu sayu. Mungkin karena kamu memaksakan diri langsung ke tempatku tanpa istirahat terlebih dulu. Hei, kamu juga harus memperhatikan kesehatanmu! Memangnya aku yang harus selalu kamu ingatkan ketika masih harus berkutat dengan komputer di pagi buta? Ingat, badanmu bukan robot, katamu. Aku hanya tersenyum jahil, dan kamu tetap menyuruhku untuk menghentikan aktivitasku. "Kamu mau sampai kapan seperti ini?" Tanyamu. Aku masih bergeming. Tak kuasa ku buka mataku. Kamu mulai membelai lembut kepalaku, mengangkat tanganku kemudian menempelkannya di pipimu. Oh, itulah yang selalu kutunggu darimu ! "Aku tahu kamu selalu jadi yang...

Antara Aku dan Kamu

"Kamu berubah!" panggilku dari jauh. Kamu sudah berjalan membelakangiku, membiarkanku menatap punggungmu yang bidang. Kamu berhenti, kemudian menengok dari asal suara itu. Iya, itu suaraku, yang sekarang sudah bertambah dengan isakan dan air mata yang mungkin tak bisa berhenti. Kamu menghampiriku, kemudian membelai pipiku yang mulai basah dengan air mata. Dengan penuh rasa sayang--aku bisa merasakan itu--kamu menghapus air mataku yang makin pecah ketika kamu di dekatku. "Siapa yang berubah? Aku? Memang sudah saatnya, 'kan?" jelasnya, pelan tapi tajam. Penuh dengan kehati-hatian kamu membelai rambutku. Aku diam saja. "Dengar, aku berubah karena memang sudah saatnya aku berubah. Untuk apa kamu terus mempertanyakan hal itu?" "Tapi kupikir kita masih menjadi kita, bukan antara aku dan kamu lagi," kataku sambil terisak. Kamu tersenyum. "Bukankah sudah kubilang dari jauh-jauh hari. Kita ini bukan kita. Sekarang hanya ada aku, dan kam...

"Aku bahagia memiliki teman-teman seperti kalian.." (2)

H-1 ultah Andri..  Sehabis tes hari kedua, kami berkumpul dan berembug lagi tentang apa yang akan kami lakukan terhadap Andri. Ya, tambah gila lagi pastinya. Kumpul di bu RT sampai siang menghasilkan kesepakatan bahwa aksi perampokan akan dikerjakan malam ini. Masih memikirkan cara-cara yang licik biar Andri mau diajak keluar dan membiarkan kamarnya kosong tak berpenghuni.