Faya.
Aku menemukanmu tertidur nyenyak di UKS waktu itu. Keadaanku yang lemah memaksaku untuk tetap terlelap, tanpa sempat menanyaimu kenapa ada di UKS. Dan tiba-tiba saja kamu terbangun lalu mengecek dahiku lalu menempelkan kompres demam. Kamu bahkan belum mengenalku. Aku merasa kamu memang perempuan unik.
Aku tidak marah. Aku tidak tersinggung dengan ucapanmu. Hanya saja, beri aku waktu untuk berfikir. Kamu selalu mencoba mencari celah kesalahanku, dan herannya semua benar. Aku tidak dapat berkata apa-apa ketika kamu menyamakan Gadis dengan mantan-mantanku yang dulu. Dengan emosinya aku marah lalu menghentikan obrolan. Aku tahu, aku menyakitimu. Maaf.
Sejujurnya aku ingin membagi kebahagiaanku denganmu. Tapi entah setiap melihat foto profil Whatsappmu, atau update di Line, atau hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan iseng di ask.fm, aku selalu mengundurkan niatku. Aku tahu, kamu tidak menyukai Gadis. Terlihat dari raut mukamu saat aku memperkenalkan dia pertama kali sebagai partner kerjaku yang baru, atau mungkin saat aku menyebutkan namanya ketika kita menyempatkan diri untuk bertemu. Aku tahu.
Maafkan aku, aku tidak mendengarkan saranmu. Tapi, ini pilihanku. Boleh aku menikmati pilihanku sejenak? Boleh aku menomorduakanmu sebentar? Aku tahu, kamu sudah seperti saudara bagiku, kamu bahkan sudah aku anggap adikku sendiri. Tapi untuk kali ini saja, boleh aku menikmatinya sendirian?
Masalah Haikal, maafkan aku. Mungkin ia akan lebih membencimu sejak kejadian itu. Aku dengan lancang menamparnya dan memakinya. Mungkin kalau kamu tidak menenangkanku waktu itu, Haikal akan berakhir di rumah sakit, sedangkan aku di penjara seumur hidup. Entah kenapa aku sangat marah ketika Haikal dengan tenangnya melepaskanmu. Aku tidak habis pikir dengan kelakuannya yang serba tidak pasti itu. Ingin rasanya aku mengantamnya ke dinding, lalu mencabik-cabiknya, kemudian membuangnya ke tempat sampah. Tapi sepertinya itu tidak akan pernah terjadi karena hukuman yang akan aku terima bisa lebih keji dari yang kulakukan, iya kan?
Faya, ingat satu hal. Aku tidak pernah berniat untuk meninggalkanmu. Hanya saja, aku butuh waktu untuk menjelaskannya padamu. Dengan jelas, dengan terang. Tunggu saja saat-saat itu.
- Arka.
---
(c) Aliffanita, 12 Juli 2015
Aku menemukanmu tertidur nyenyak di UKS waktu itu. Keadaanku yang lemah memaksaku untuk tetap terlelap, tanpa sempat menanyaimu kenapa ada di UKS. Dan tiba-tiba saja kamu terbangun lalu mengecek dahiku lalu menempelkan kompres demam. Kamu bahkan belum mengenalku. Aku merasa kamu memang perempuan unik.
Aku tidak marah. Aku tidak tersinggung dengan ucapanmu. Hanya saja, beri aku waktu untuk berfikir. Kamu selalu mencoba mencari celah kesalahanku, dan herannya semua benar. Aku tidak dapat berkata apa-apa ketika kamu menyamakan Gadis dengan mantan-mantanku yang dulu. Dengan emosinya aku marah lalu menghentikan obrolan. Aku tahu, aku menyakitimu. Maaf.
Sejujurnya aku ingin membagi kebahagiaanku denganmu. Tapi entah setiap melihat foto profil Whatsappmu, atau update di Line, atau hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan iseng di ask.fm, aku selalu mengundurkan niatku. Aku tahu, kamu tidak menyukai Gadis. Terlihat dari raut mukamu saat aku memperkenalkan dia pertama kali sebagai partner kerjaku yang baru, atau mungkin saat aku menyebutkan namanya ketika kita menyempatkan diri untuk bertemu. Aku tahu.
Maafkan aku, aku tidak mendengarkan saranmu. Tapi, ini pilihanku. Boleh aku menikmati pilihanku sejenak? Boleh aku menomorduakanmu sebentar? Aku tahu, kamu sudah seperti saudara bagiku, kamu bahkan sudah aku anggap adikku sendiri. Tapi untuk kali ini saja, boleh aku menikmatinya sendirian?
Masalah Haikal, maafkan aku. Mungkin ia akan lebih membencimu sejak kejadian itu. Aku dengan lancang menamparnya dan memakinya. Mungkin kalau kamu tidak menenangkanku waktu itu, Haikal akan berakhir di rumah sakit, sedangkan aku di penjara seumur hidup. Entah kenapa aku sangat marah ketika Haikal dengan tenangnya melepaskanmu. Aku tidak habis pikir dengan kelakuannya yang serba tidak pasti itu. Ingin rasanya aku mengantamnya ke dinding, lalu mencabik-cabiknya, kemudian membuangnya ke tempat sampah. Tapi sepertinya itu tidak akan pernah terjadi karena hukuman yang akan aku terima bisa lebih keji dari yang kulakukan, iya kan?
Faya, ingat satu hal. Aku tidak pernah berniat untuk meninggalkanmu. Hanya saja, aku butuh waktu untuk menjelaskannya padamu. Dengan jelas, dengan terang. Tunggu saja saat-saat itu.
- Arka.
---
(c) Aliffanita, 12 Juli 2015
Komentar
Posting Komentar